Senin, 14 November 2011

Surat Yohanes, Jawaban Atas Ajaran Sesat.


Surat Yohanes ditulis untuk menjawab ajaran sesat yang menyerang jemaat. Jelaskan ajaran sesat yang dihadapi Yohanes dan bagaimana jawaban Yohanes terhadap ajaran sesat itu.

Persoalan yang paling menonjol yang melatar belakangi penulisan surat Yohanes ialah adanya ajaran palsu mengenai keselamatan dalam Kristus dan cara bekerjanya didalam diri orang percaya.

Beberapa orang, yang dahulu merupakan bagian dari siding jemaat, kini telah meninggalkan persekutuan jemaat (2:19), tetapi hasil dari ajaran palsu mereka yaitu memutarbalikkan Injil mengenai bagaimana mereka bisa mengetahui bahwa mereka mempunyai hidup yang kekal. Dari segi doktrin. Ajaran sesat menyangkal bahwa Yesus itulah Kristus. (2:22 bd 5:1) atau bahwa Kristus menjelma menjadi manusia (4:2-3); dari segi etika, mereka mengajarkan bahwa mentaati perintah Kristus (2:3-4; 5:3) dan hidup kudus dan terpisah dari dosa (3:7-12) dan dari dunia (2:15-17) tidak diperlukan untuk iman yang menyelamatkan (1:6; 5:4-5).

Seperti jemaat Kristen lainnya, mereka diwabahi oleh guru-guru palsu yang menggiring banyak orang ke jalan sesat. Akibatnya, iman Kristen sejati diguncangkan.
Rupanya para guru palsu, dan juga seperti yang dilakukan banyak guru lainnya, menolak ajaran para rasul yang menandaskan bahwa Yesus adalah benar-benar Allah dan benar-benar manusia.

Jawaban Yohanes terhadap ajaran sesat :

Dengan menulis surat Yohanes, penulis mempunyai tujuan dalam hal memberikan jawaban terhadap ajaran sesat yang menyerang jemaat, tujuan penulis mencakup dua hal :
  • Untuk membeberkan dan menyangkal doktrin dan etika yang salah dari para guru-guru palsu.
  • Untuk menasehati anak-anak rohaninya agar mengejar suatu kehidupan persekutuan yang kudus dengan Allah dalam kebenaran, dalam sukacita penuh (1:4) dan kepastian (5:13) hidup kekal, melalui iman yang taat kepada Yesus sebagai Putra Allah (4:15; 5:3-5, 12), dan dengan kehadiran Roh Kudus (2:20; 4:4, 13).
Yohanes mengatakan bahwa pada saat kita mulai merendahkan Yesus dengan cara apa pun juga, kita akan kehilangan kabar gembira itu sama sekali.

Paulus Versus Yakobus?


Apakah doktrin pembenaran Yakobus bertentangan dengan ajaran Paulus

Beberapa orang berpikir tentang adanya satu kontradiksi antara penulis Surat Yakobus dengan Rasul Paulus, penulis Surat Roma, yakni berkenaan dengan doktrin pembenaran oleh iman (justification by faith). Para ahli modern kemudian berusaha menjelaskan bahwa Surat Yakobus dan Surat Roma tidak berkontradiksi. Argumennya adalah sebagai berikut : 
  • Yakobus dan Paulus mencari jawaban dari dua pertanyaan yang berbeda. Paulus sedang mencari jawaban dari pertanyaan tentang bagaimana kita memperoleh keselamatan, dan jawabannya adalah jelas bahwa keselamatan tidak diperoleh karena usaha kita sendiri, melainkan melalui iman di dalam Kristus. Sedangkan Yakobus sedang mencari jawaban dari pertanyaan tentang apa buktinya bahwa kita telah sungguh-sungguh diselamatkan, dan jawabannya sungguh jelas, yaitu dengan menghasilkan buah dalam kehidupan Kristen kita. 
  • Iman yang Yakobus cela adalah persetujuan intelektual yang tidak memiliki efek kepada perilaku kita. Iman yang diajarkan oleh Yakobus tidak menunjuk kepada satu pernyataan doktrinal yang disebut sebagai pengakuan iman, misalnya, pengakuan bahwa Yesus adalah Tuhan (I Kor.12:3). Menurut Yakobus, iblis juga memiliki iman semacam ini namun terbukti bahwa mereka tidak diselamatkan (Yal.2:19).  
  • Paulus dan Yakobus memiliki pengertian yang berbeda untuk istilah iman dan perbuatan. Bagi Paulus, iman berarti penerimaan Injil dan penyerahan pribadi kepada Dia yang diberitakan. Pengertian Yakobus berbeda (Yak.2:9).  Yakobus menggunakan konsep iman menurut penegasan rabi tentang “emuna” yang berarti penegasan tentang monoteisme. Bagi Paulus, iman itu bersifat pribadi, kepercayaan yang tulus. Sedangkan bagi Yakobus, iman adalah pendapat yang ortodoks. 
  • Yakobus dan Paulus menghadapi dua situasi yang berbeda: Paulus menghadapi perasaan, pembenaran diri dari ibadah Yahudi yang legal, sedangkan Yakobus menghadapi ortodoksi yang mati.
  • Yakobus dan Paulus sedang mendiskusikan dua subyek yang total berbeda. Paulus sedang membenarkan penerimaan orang-orang non-Yahudi ke dalam gereja tanpa penyunatan, sementara Yakobus sedang mendiskusikan masalah kegagalan usaha-kasih (aksi sosial) di dalam gereja (yang kemungkinan sepenuhnya Yahudi). Dalam kaitannya dengan kegagalan usaha-kasih gereja inilah, Yakobus kemudian memperingatkan bahwa Allah (sebagai agen yang aktif) menyatakan kebenaran seseorang di dalam pengadilan terakhir, berdasarkan perbuatannya: Tidak ada pertanyaan yang berhubungan dengan pembenaran orang berdosa, melainkan tentang apa yang berkenan kepada Tuhan. Dengan kata lain, Surat Yakobus ditujukan kepada orang-orang yang mengaku telah memperoleh keselamatan, namun imannya tidak terpancar dari perbuatannya.
  • Pengajaran Paulus dan Yohanes tidak berkontradiksi karena bagi Paulus dan bagi Yakobus, perbuatan adalah bukti yang alami dari suatu iman yang sejati (lihat Fil.1:27; 1 Tes.1:3; Yak.2:20-24).
Berdasarkan argumen-argumen di atas, maka penulis menyimpulkan bahwa Surat Yakobus dan Surat Paulus bukanlah dua buah surat yang isinya kontradiktif. Surat Yakobus justru mengingatkan penulis bahwa iman Kristen yang sejati harus nyata melalui penampakan buah-buah yang baik, sehingga nama Allah dimuliakan melalui apa yang orang lihat melalui hidup kita.
Demikian Surat Yakobus dan dan Surat Paulus menjadi satu pengajaran Allah yang utuh, yang mengingatkan kepada kita bahwa kehidupan Kristen adalah kehidupan yang berserah (beriman atas anugerah keselamatan Allah), namun juga kehidupan yang berjuang (memuliakan Allah melalui kehidupan yang semakin suci). Fide et Labora! Beriman dan Bekerja! Inilah motto kehidupan Kristen yang sejati.

Lahir Baru, Lalu Murtad?


Bisakah seorang yang sudah lahir baru murtad kembali kepada kehidupan yang lama dan jika tidak mengapa; jika bisa mengapa dan apa akibatnya?.

a.       Seseorang yang sudah benar-benar lahir baru tidak mungkin murtad :
Seseorang yang sudah benar-benar lahir baru, yang diberikan sebagai "kasih karunia" (anugerah) dari Tuhan tidak dapat menahan kuasa kasih karunia Tuhan untuk menyelamatkannya. Dan Tuhan akan menyelamatkan semua orang-orang pilihan yang ingin Ia selamatkan, dan tidak satu orangpun yang dapat menghalangi rencana Tuhan.
Sebagaimana Yesus berkata di dalam Yohanes 10:27-29 seolah-olah sudah memberi kepastian bahwa orang yang sudah benar-benar lahir baru tidak mungkin murtad atau pasti bertahan sampai kesudahan.

Membaca : Yohanes 10:28 
dan Aku memberikan hidup yang kekal kepada mereka dan mereka pasti tidak akan binasa sampai selama-lamanya dan seorangpun tidak akan merebut mereka dari tangan-Ku.

Dari satu ayat ini nampak Tuhan Yesus memberi jaminan akan keselamatan, Ia memberi hidup kekal. Apa artinya kekal?  ya selama-lamanya, bukan temporer.
Kalau orang-orang yang benar-benar lahir baru bisa murtad dan binasa, maka Tuhan Yesus pasti tidak bilang "hidup kekal" tetapi "hidup sementara" Orang yang benar-benar lahir baru pasti tidak binasa selama-lamanya.

  1. Alkitab menyatakan bahwa orang yang "murtad" bukan orang-orang yang benar-benar lahir baru dan tidak pernah jadi orang pilihan.
 Membaca : I Yohanes 2:19
Memang mereka berasal dari antara kita, tetapi mereka tidak sungguh-sungguh termasuk pada kita; sebab jika mereka sungguh-sungguh termasuk pada kita, niscaya mereka tetap bersama-sama dengan kita. Tetapi hal itu terjadi, supaya menjadi nyata, bahwa tidak semua mereka sungguh-sungguh termasuk pada kita. 

Jadi, pandangan yang menyatakan bahwa kalau ada orang-orang yang benar-benar lahir baru bias murtad, itu hanya membuktikan bahwa ia memang bukan orang yang benar-benar lahir baru, itu bukan hanya pandangan tanpa dasar, tetapi pandangan yang sesuai dengan Alkitab, atau Alkitabiah. 

Tuhan Yesus sudah menyatakan bahwa di dalam gereja akan ada dua golongan yaitu Kristen Gandum (Kristen sejati) dan Kristen Ilalang (Kristen palsu). Sebelum hari penghakiman kita tidak bisa membedakan mana orang kristen gandum dan mana yang kristen ilalang. Jadi kalau sebelum hari penghakiman saja sudah murtad, jelas dia adalah kristen ilalang.

Akibat dari kemurtadan : Ibrani 6:4-6

6:4 Sebab mereka yang pernah diterangi hatinya, yang pernah mengecap karunia sorgawi, dan yang pernah mendapat bagian dalam Roh Kudus,
6:5 dan yang mengecap firman yang baik dari Allah dan karunia-karunia dunia yang akan datang,
6:6 namun yang murtad lagi, tidak mungkin dibaharui sekali lagi sedemikian, hingga mereka bertobat, sebab mereka menyalibkan lagi Anak Allah bagi diri mereka dan menghina-Nya di muka umum.

Ada empat tafsiran untuk ayat ini, yaitu :
  •  Keselamatan mereka hilang, sehingga mereka ke nereka, meskipun mereka pernah percaya dan seolah-olah lahir baru.
  •  Ada sesuatu yang tidak beres dari segi iman mereka, sehingga mereka tidak pernah selamat, mereka hanya "mengecap" tetapi tidak "makan."
  • Ayat ini hanya menceritakan suatu pengandaian saja, yaitu seandainya keselamatan mereka hilang, maka orang itu tak tertolong lagi.
  •  Mereka adalah orang selamat yang menjauhkan diri dari persekutuan yang hidup dengan Tuhan Yesus, sehingga pahala mereka terancam.
Akhirnya dikatakan bahwa mereka yang "murtad," atau "jatuh dari (Allah)." (Dari segi tata bahasa, kalimat ini adalah sebuah mata rantai yang terdiri dari lima aorist participle: diterangi, mengecap, menjadi, sekali lagi mengecap, dan akhirnya murtad.)

Yesus, mengabarkan Injil untuk Orang mati?


Menurut surat Petrus, Tuhan Yesus setelah bangkit mengabarkan Injil pada orang-orang yang mati zaman Nuh. Bagaimana penafsiran yang benar ?

Membaca : 1 Petrus 3:19-20
3:19 dan di dalam Roh itu juga Ia pergi memberitakan Injil kepada roh-roh yang di dalam penjara,
3:20 yaitu kepada roh-roh mereka yang dahulu pada waktu Nuh tidak taat kepada Allah, ketika Allah tetap menanti dengan sabar waktu Nuh sedang mempersiapkan bahteranya, di mana hanya sedikit, yaitu delapan orang, yang diselamatkan oleh air bah itu.

Bahwa pada masa antara kematian dan kebangkitan, Tuhan Yesus dengan sesungguhnya pergi serta memproklamasikan (yaitu arti dasar kata: memberitakan) kemenanganNya kepada alam roh-roh, dalam hal penafsiran ini diperhadapkan kepada dua jalan pemikiran yang lebih luas : Ada yang mengemukakan bahwa hal ini adalah pengabaran Injil kepada orang-orang yang telah meninggal sebelum masa Kristus, yaitu orang-orang yang belum memperoleh kesempatan untuk mendengar, bertobat dan percaya. Orang-orang yang mati dalam air bah merupakan contoh terkenal dari golongan ini. Ada pula kemungkinan yang mengemukakan bahwa pemakaian kata: roh-roh mereka yang dahulu pada waktu Nuh, maksudnya adalah malaikat-malaikat yang telah jatuh.
Tafsiran ini dianggap lebih sesuai karena dalam pemakaian kata pnumata, yaitu roh-roh didalam Alkitab jika roh-roh ini dikemukakan tanpa keterangan lain.
Maka setelah memepertimbangkan segala persoalan yang muncul, tafsiran terakhir ini agaknya yang terbaik untuk menjelaskan ayat yang sulit ini. Bila dapat dibenarkan, pemikiran ini berlanjut dimana kemenangan Kristus menjadi nyata kesempurnaannya.

Metode Penafsiran Kitab Wahyu


Jelaskan beberapa posisi tentang metode penafsiran kitab Wahyu dan bagaimana metode penafsiran yang benar?

Dalam gereja Kristen timbul empat cara pandangan utama terhadap kitab wahyu :

  1. Pandangan Kaum Preteris
Pandangan ini mengangggap kitab wahyu melukiskan peristiwa-peristiwa masa lampau. Preteris memandang semua penglihatan timbul dari keadaan-keadaan dalam kekaisaran Romawi pada abad 1 M. Sang pelihat dibuat ngeri oleh kemungkinan-kemungkina terjadinya kejahatan yang melekat pada kekaisaran Romawi, dan ia memakai bahasa simbolis untuk memprotesnya, juga untuk menyatakan keyakinannya bahwa Allah akan campur tangan untuk memberlakukan apa yang sesuai dengan kehendakNya. Umumnya ahli beraliran liberal meyakini pandangan ini.
Dan itulah yang membuat mereka memahami kitab itu tanpa menemukan dalamnya tempat bagi nubuat mengenai masa depan. Sementara itu mereka melihat dalam Wahyu betapa tegas penekanan akan betapa pentingnya pemerintahan moral Allah atas dunia. Pandangan demikian menancapkan pengaruh Kitab itu dalam berbagai keadaan pada masa penulis sendiri, yang tentu adalah benar. Tetapi pandangan Preteris mengabaikan bahwa Kitab itu menyebut dirinya “nubuat” (Wahyu 1:3), dan bahwa beberapa ramalannya menunjuk pada hal yang masih akan datang (missal: pasal 21-22).

  1. Pandangan Kaum Historis
Pandangan ini menganggap Wahyu sebagai sentuhan satu kali kuas raksasa melukiskan lengkap panorama sejarah dunia dari abad 1 sampai datangnya Kristus yang kedua kali. Zaman penulis sendiri disebut, juga zaman akhir, tetapi tidak ada peyunjuk bahwa jalannya sejarah terputus di suatu tempat. Karena itu para penganut pandangan ini menalar bahwa Wahyu menyajikan cerita yang kontinu tentang segenap periode sejarah.
Pandangan ini dianut oleh kebanyakan reformator. Tapi nampaknya kesulitan tetap tidak teratasi. Dan penting disadari bahwa kendati semua sejarah gambling dipaparkan disini, namun para sejarawan belum sepakat antara mereka sendiri mengenai peristiwa-peristiwa bersejarah yang mana yang dilambangkan dalam bermacam-macam penglihatan itu. Dalam kurun waktu 1.900 tahun, orang mengharapkan paling tidak pokok-pokok utama akan sudah nampak jelas! Juga sulit dipahami mengapa garis besar sejarah dalam Wahyu dibatasi pada sejarah Eropa Barat, mengingat terutama pada masa-masa permulaan Gereja kekristenan berkembang luas dinegeri-negeri Timur.

  1. Pandangan Kaum Futuris
Pandangan ini mempertahankan bahwa sesudah pasal 3, Wahyu membicarakan peristiwa-peristiwa zaman akhir. Kitab itu tidak mengenai zaman nabi iotu sendiri, juga tidak mengenai peristiwa-peristiwa sejarah yang kemudian, melainkan peristiwa-peristiwa yang akan terjadi berkaitan dengan kedatangan Tuhan Yesus yang kedua kali. Pandangan ini sungguh-sungguh menerima unsure nubuat dalam Wahyu (1:19; 4:1). Pandangan ini didukung oleh fakta bahwa: tak dapat disangkal Wahyu menuju ke pembangunan terakhir pemerintahan Allah, justru sebagian Kitab itu pasti menunjuk pada zaman akhir.
Keberatan utama atas pandangan ini ialah: pandangan ini cenderung memindahkan totalitas Kitab itu dari tempatnya dalam sejarah. Tidak mungkin memahami arti Kitab itu bagi para pembacanya yang pertama seandainya Kitab itu harus dimengerti dengan cara demikian.

  1. Pandangan Kaum Idealis atau Puitis
Pandangan ini menandaskan bahw atujuan utama Wahyu ialah menopang orang-orang Kristen yang teraniaya dan menderita untuk bertahan sampai akhir hidup mereka. Mencapai tujuan itu penulis menggunakan bahsa lambing dan maksudnya tidak dapat diartikan lain kecuali melambangkan serangkaian lukisan imajinatif tentang kemenangan Allah.
Pandangan-pandangan senacan ini dapat dihungkan dengan pandangan-pandangan lain, missal dengan gagasan-gagasan preteris. Kesulitannya ialah, pelihat menegaskan bahwa ia bernubuat tentang zaman akhir.

Bagaimana metode penafsiran yang benar ?

Tak satupun pandangan diatas yang memuaskan. Barangkali metode yang yang tepat iaalah harus menggabungkan nalar-nalar yang benar dari semua pandangan tersebut.
Nalar preteris yang menonjol ialah makna dan peranan Wahyu bagi orang-orang pada zamannya kitab itu ditulis, dan apapun pendapat kita tentang Kitab itu, pengertian ini harus dipertahankan. Nalar kaum histories yang melihat Wahyu menjelaskan gereja dalam seluruh sejarahnya juga tidak dapat dilepaskan, hal yang sama dengan kaum futuris yang serius menerima kesungguhan berita tentang zaman akhir. Wahyu memang menekankan kemenangan terakhir dari Allah, juga peristiwa-peristiwa yang menggugah semangat untuk hidup bagi Allah dengan masa-masa perlawanan berkecamuk sengit. Lagi pula orang Kristen selalu menyambut kepastian bahwa kemenangan Allah sudah pasti.

Otensitisitas Kerasulan Paulus


Apa otentisitas dari kerasulan Paulus?

Hidup Paulus adalah tidak lain hanya didedikasikan untuk mewartakan Injil (1 Korintus 9:16). Dan bisa dikatakan bahwa Paulus sungguh membangun ‘Gereja’; ia sebagai tokoh karismatis yang berkeliling dari satu kota ke kota lain untuk membentuk kelompok-kelompok jemaat. Dalam kelompok itulah mereka saling meneguhkan. Jemaat bertemu di bengkel atau sinagoga; dan Paulus sendiri adalah juga seorang yang berkarya sebagai tukang tenda dan ahli kitab.
Paulus menyebut diri ‘rasul’ dan ‘pelayan Kristus’ (2 Kor 11:23). Data ini menunjukkan bahwa faham ‘rasul’ belum terbatas pada lingkungan 12 murid. Dalam surat-surat Paulus, istilah ‘rasul’ belum dibatasi pada 12 orang murid. Umumnya semua orang yang diutus oleh Kristus yang telah bangkit dan dimuliakan disebut ‘rasul’.
Selanjutnya Paulus berusaha menempatkan karya kerasulannya dalam kerangka sejarah keselamatan dengan tiga gambaran :

  • Sebagai Tawanan : Yang dimaksud mungkin yang dikatakan kepada dalam Filipi 3:12, “aku telah ditangkap oleh Kristus Yesus”. Mungkin disini terdapat ‘theologia crucis’, “jika aku harus bermegah, maka aku akan bermegah atas kelemahanku’ (2 Kor 11:30; 2 Kor 13:3-4)
  • Sebagai Pewarta : Paulus adalah pewarta keharuman pengenalan akan Kristus. ‘Keharuman’ berhubungan dengan kurban kemenayan yg dibakar. Pengenalan akan Kristus berarti memberitakan Injil Kristus dan firman Allah. Ini pokok kerasulan Paulus.
  • Sebagai Bau Harum : Paulus bukan hanya orang yang membawa kemenyan, tetapi ia menyebut diri sebagai keharuman Kristus. Terang Allah Nampak pada wajah Kristus, tetapi juga bersinar dalam hati kita, sehingga kita beroleh terang dari terang Kristus.

Konsep Eskatologis Paulus

Jelaskan perbedaan antara konsep eskatologis Paulus ketika menjadi seorang penganut agama yahudi dan ketika menjadi pengikut Kristus.

a)      Konsep eskatologis Paulus ketika menjadi seorang penganut agama Yahudi, sebagai seorang farisi :
·        Kaum Farisi percaya sejarah mempunyai maksud dan tujuan. Mereka berpendapat Allah mengatur peristiwa-peristiwa menurut rencana-Nya sendiri, yang mencapai titik puncaknya dengan kedatangan sang Mesias yang akan memimpin umat-Nya. Ini sesuatu yang dapat diterima dengan baik oleh Paulus sebagai seorang Kristen. Dalam Roma 9-11 ia mengemukakan Allah mengatur jalannya sejarah dengan tujuan agar pada akhirnya orang-orang Yahudi diikutsertakan dalam persekutuan Kristen. Paulus berpikir sebagai seorang Farisi yang baik -- walaupun dia melangkah lebih jauh, sebab ia tahu Mesias telah datang dalam pribadi Yesus Kristus.
·   Kaum Farisi percaya akan hidup setelah kematian. Paulus menekankan hal tersebut demi keuntungannya sendiri ketika dia diadili di hadapan Sanhedrin (Kisah Para Rasul 23:6-10) dan Herodes Agripa II (Kisah Para Rasul 26:6-8). Tetapi sebagai seorang Kristen, Paulus melangkah lebih jauh lagi. Ia yakin bahwa tidak seorang pun dapat menjamin adanya kebangkitan lepas dari kenyataan bahwa Yesus Kristus telah bangkit dari kematian.
·      Kaum Farisi percaya akan malaikat-malaikat dan setan-setan. Kaum Saduki tidak percaya akan hal-hal tersebut. Di sini juga Paulus mempertahankan kepercayaannya sebagai seorang Farisi tetapi mengubahnya dalam terang Kristus. Di salib, Kristus telah menaklukkan kuasa-kuasa jahat. Oleh sebab itu, orang-orang Kristen "lebih daripada orang-orang yang menang, oleh Dia yang telah mengasihi kita" (Roma 8:37). Tidak seorang malaikat pun dapat menyaingi Tuhan yang telah bangkit, yang dilayani Paulus, dan yang di dalam-Nya "seluruh kepenuhan Allah berkenan diam" (Kolose 1:19).

b)      Konsep eskatologi Paulus ketika menjadi pengikut Kristus :
Paulus berfokus pada diri dan peristiwa yang melingkupi kehidupan Yesus. Jadi, suatu eskatologi yang bersifat Kristologis. Dengan konsep utama pada peristiwa kematian dan kebangkitan Yesus, maka Paulus tampil sebagai teolog yang membangun teologi yang Kristosentris. Berdasarkan semua pemikiran itu, Paulus menyatakan bahwa melalui kematian dan kebangkitan Yesus, keselamatan dan Kerajaan Allah sudah dialami oleh orang percaya. Hal ini memberi keyakinan kepada orang percaya bahwa tidak ada satupun masalah yang menakutkan mereka. Bahkan kematianpun bukan lagi sebagai sesuatu yang menakutkan karena :”..tidak ada satupun kuasa yang bisa memisahkan kita dari kasih Tuhan”

Paulus, Manusia Tiga Dunia

Paulus adalah manusia tiga dunia, yaitu dunia Yahudi, dunia Yunani dan dunia Kristen. Jelaskan ketiga dunia yang telah dihidupi oleh Paulus.

·        Dunia Yahudi :
Paulus dilahirkan di Tarsus daerah Silisia, sebuah pusat kebudayaan dan ilmu pengetahuan Yunani, Kis 9:11; 21:39; 22:3, Ia berasal dari sebuah keluarga Yahudi (Filipi 3:5) yang berbahasa Aram (Kisah Para Rasul 13:9) dan kaya (Kisah Para Rasul 22:28). Hari ke-8 setelah lahir ia di-sunat (Filipi 3:5) dan diberi nama Saul (nama Romawi: Paulus: Kisah Para Rasul 13:9). Sejak kecil ia belajar bahasa Yunani, bahasa pergaulan di Tarsus.
Paulus adalah seorang yang taat kepada agama Yahudi dan dia merasa bahwa apa yang dia lakukan itu benar. Paulus menjadi pemimpin di antara orang Yahudi. Para pemimpin yang lebih tua mundur dan membiarkan kesempatan kepada Paulus menjadi pimpinan pasukan untuk menghancurkan kekristenan. Paulus sendiri menggambarkan tindakannya yang melawan kekristenan ini dengan berkata: "Hal itu kulakukan juga di Yerusalem. Aku bukan saja telah memasukkan banyak orang kudus ke dalam penjara, setelah aku memperoleh kuasa dari imam-imam kepala, tetapi aku juga setuju, jika mereka dihukum mati. Dalam rumah-rumah ibadat aku sering menyiksa mereka dan memaksanya untuk menyangkal imannya dan dalam amarah yang meluap-luap aku mengejar mereka, bahkan sampai ke kota- kota asing." (Kisah Para Rasul 26:10,11)

·        Dunia Yunani :
Dari hasil pelayanan Paulus keberbagai tempat terlihat bahwa Tuhan juga berkenan memanggil orang-orang bukan Yahudi (bangsa kafir, bangsa Yunani) untuk masuk dalam persekutuan dengan Kristus. Dan penerimaan itu adalah tanpa syarat, artinya tanpa harus membuat mereka menjadi orang Yahudi dan mengikuti tradisi Yahudi (mis. sunat).
Paulus dengan berani memberikan dasar Firman Tuhan agar orang-orang Kristen non-Yahudi (Yunani) memahami pengajaran Alkitabiah dengan benar, bahwa keselamatan adalah semata-mata karena anugerah melalui iman bukan perbuatan.

·        Dunia Kristen :
Paulus menerima Injilnya dari Kristus sendiri, katanya, yakni dalam pewahyuan pada perjalanan ke Damsyik (lihat juga 1 Korintus 15:8). Dari pewartaan para murid ia sudah tahu bahwa Yesus diimani sebagai Kristus. Justru itulah sebabnya bahwa ia menganiaya orang Kristen, yang dari sudut Yahudi mesti dilihat sebagai orang murtad. Tetapi pada perjalanan ke Damsyik ia mulai sadar bahwa orang Kristen benar, Yesus sungguh Almasih, Putra Allah. Bagi Paulus ini suatu pengalaman batin. Tetapi pengalaman iman ini, yang bersumber pada wahyu Allah sendiri, membuat Paulus menegaskan bahwa ia tidak menerima Injilnya dari manusia. Berulang kali ia mengatakan hal itu.